Sejak
terjadi kecelakaan maut pada Minggu, 22 Januari 2012 lalu, tersangka Afriyani
Susanti menjadi sorotan publik. Wanita berusia 29 tahun itu menabrak sebuah trotoar dan halte yang berada di daerah Tugu
Tani, Jakarta Pusat dengan mobil yang dikendarainya. Peristiwa tersebut
mengakibatkan sembilan orang meninggal dan tiga orang lainnya luka-luka.
Berdasarkan keterangan Polisi kecelakaan tersebut terjadi karena Afriyani
berada didalam pengaruh Narkoba. Disamping itu, Daihatsu Xenia B 2479 XI yang
dikendarainnya tidak dilengkapi Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Afriyani
tidak memiliki Surat Ijin Mengemudi (SIM). Kesalahan berlapis yang dilakukan
Afriyani menjadi topik hangat yang banyak dibicarakan. Media massa baik cetak
maupun elektronik tidak pernah berhenti memberitakan kejadian tersebut. Berita
Afriyani dikabarkan secara faktual sebagai peristiwa menghebohkan, sehingga tak
heran tempat kejadiaan perkara di Tugu Tani menjadi tempat untuk siaran
langsung oleh media.
Dalam
era globalisasi ini, informasi dan berita sudah menjadi kebutuhan masyarakat.
Unsur yang paling penting dari kebutuhan tersebut adalah media massa. Media
massa menjalankan fungsi untuk mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat.
Melalui media, masyarakat dapat menyetujui atau menolak suatu peristiwa. Lewat
media pula berbagai inovasi bisa dilaksanakan oleh masyarakat. Inilah peran
penting media. Marshall Mc Luhan menyebutnya sebagai the extension of man (media adalah eksistensi manusia). Berbagai
keinginan, aspirasi dan sikap manusia bisa disebarluaskan melalui media. Dalam
berbagai macam produk media massa, didalamnya terdapat pemberitaan yang
termasuk kedalam komunikasi. Secara sederhana komunikasi merupakan sebuah
proses penyampaian pesan yang bermakna oleh pemberi pesan (komunikator) kepada
penerima pesan (komunikan). Dalam hal ini media massa sebagai komunikator dan
masyarakat sebagai komunikan. Komunikasi yang dilakukan oleh media sangat
berperan dalam proses sosial. Proses sosial diartikan sebagai pengaruh timbal
balik yang terjadi antara media yang memberitakan dan masyarakat yang mengkonsumsi
berita. Banyaknya pemberitaan media massa terhadap kasus Afriyani bukan semata
karena besarnya kasus tersebut. Namun juga berdasarkan pada hubungan kebutuhan
masyarakat akan pemberitaan tersebut. Dengan demikian, tidak bisa dipungkiri
bahwa agenda acara di media massa sangat ditentukan oleh rating, yaitu bagaimana masyarakat menonton dan mendengar acara
itu. Kita ketahui sifat dari masyarakat sebagai komunikan media massa adalah
tersebar, suatu pemberitaan media massa dapat ditangkap masyarakat dari
berbagai tempat. Sudah pasti kabar Afriyani yang begitu heboh diketahui oleh
masyarakat luas. Semestinya hal tersebut dimanfaatkan dengan bijaksana oleh media.
Pemberitaan yang disuguhkan bukan semata mem-blow up kelalaian tersangka dan hujatan dari keluarga korban atau
masyarakat. Namun semestinya media bisa mengemas berita tersebut sebagai early warning system, hal ini terkait
dengan peran media massa sebagai media informasi, dimana jika terjadi kesalahan
yang diakibatkan suatu pihak dan bisa menyebabkan sumber ancaman, media menjadi
sebuah system besar yang memberikan peringatan terhadap bahaya atau dampak yang
terjadi kepada masyarakat, bukan hanya menyuguhkan informasi setelah terjadi
bahaya dari suatu peristiwa. Sebagai contoh, dari pada memberitakan tentang
kehidupan pribadi Afriyani, lebih baik memberitakan mengenai bahaya mengendarai
kendaraan jika tanpa memiliki SIM, seperti yang dilakukan Afriyani. Itu dapat
memberikan contoh kepada masyarakat sehingga hal tersebut tidak akan terulang
oleh siapapun. Dan mengenai Afriyani yang dinyatakan menggunakan Shabu-shabu saat
mengemudi, media dapat lebih intensif menyuarakan bahaya dari mengonsumsi
Narkoba. Narkoba yang akan memberikan dampak fatal bagi siapapun penggunanya
bisa menjadi topik utama yang lebih bermanfaat.
Namun
yang terjadi saat ini adalah suatu realitas yang dikonstruksi oleh media massa
yang dibangun seperti sebuah kejadian yang terjadi bersifat dramatis. Realitas
tersebut begitu dahsyat karena pemberitaan itu lebih cepat diterima masyarakat
luas, lebih luas jangkauan pemberitaannya, sebaran merata karena media massa
dapat ditangkap oleh masyarakat luas secara merata dan dimana-mana, membentuk opini
massa, karena membuat masyarakat beropini yang cenderung sinis mengenai
peristiwa maut yang terjadi di Tugu Tani. Masyarakat sudah terkonstruksi karena
masyarakat mudah terkonstruksi dengan pemberitaan yang sensitif sehingga mudah
menyalahkan pihak yang bertanggungjawab atas musibah tersebut.
Jika
dihadapkan pada hukum, Afriyani sudah ditetapkan sebagai tersangka masih dalam
penyidikan Polisi. Namun bagaimana Afriyani jika dihadapkan dengan publik? Saat
ini di media massa banyak pemberitaan mengenai hujatan masyarakat yang tertuju
kepada Afriyani dan keluarganya. Cibiran dan cacian dari masyarakat menjadi
salah satu topik panas yang berkembang. Salah satu teori efek komunikasi massa
yaitu Teori stimulus-respons dapat
menjelaskan mengenai tanggapan masyarakat yang sinis itu. Dijelaskan bahwa efek
yang terjadi saat ini merupakan reaksi terhadap stimulus, stimulusnya adalah
pemberitaan sejak terjadi peristiwa hingga beberapa hari setelahnya. Dengan demikian
dapat dijelaskan mengenai kaitan erat antara pesan-pesan media dan reaksi audience. Pesan informasi dipersiapkan
oleh media sehingga secara serempak pesan tersebut dapat diterima oleh sejumlah
besar individu dan akan merespon pesan informasi itu. Misalnya efek media yang
tidak terencana dapat terjadi dalam waktu yang cepat ataupun dalam waktu yang
lama. Yang terjadi dalam waktu cepat seperti pada kasus Afriyani merupakan
tindakan reaksional terhadap pemberitaan yang mengagetkan masyarakat.
Pemberitaan macam ini tanpa disadari akan menimbulkan reaksi indivisu yang
merasa dirugikan bahkan bisa memicu rindakan kekerasan. Seperti apapun
penilaian publik terhadap Afriyani, tidak terlepas dari peran media massa dalam
setiap pemberitaannya. Dalam pemberitaan Afriyani yang bertubi-tubi, masyarakat
yang mendapatkan berita tersebut akan menyimpulkan pengamatannya sendiri.
Padahal pada kenyataannya Afriyani masih menjalani pemeriksaan oleh Polisi.
Hubungannya
dengan pemberitaan yang berkembang kemudian mengingatkan pada istilah trial by the press (pengadilan oleh
pers). Media secara langsung ataupun tidak langsung “mengadili” seseorang
bersalah sebelum munculnya keputusan pengadilan. Trial by the press juga bisa diartikan sebagai berita atau tulisan
dengan gambar tertuduh dalam suatu perkara yang member kesan bersalah. Hal ini
melanggar asas praduga tak bersalah dan menyulitkan tertuduh untuk memperoleh
pemeriksaan pengadilan yang bebas dan tidak berpihak. Meskipun dalam kasus
kecelakaan maut oleh Afriyani sangat menyentuh sisi kemanusiaan. Semua korban
tersebut sedang berada ditempat yang tertib, di sebuah halte dan trotoar jalan.
Keluarga korban yang mengalami musibah pasti akan meradang. Peristiwa tersebut
memang menyentuh rasa emosional kita semua. Namun ada baiknya media massa lebih
mengontrol setiap pemberitaan agar musibah ini dapat memberikan hikmah bagi
semua. Karena jika pemberitaan tidak dikontrol, media akan terasa mengadili
seseorang. Sering kali pemberitaan seperti ini lepas dari kendali media massa.
Memberitakan pihak yang telah melakukan kejahatan tanpa melakukan konfirmasi
dan memojokkan orang lain merupakan sebuah kekeliruan, karena yang berhak
menyatakan sesorang bersalah adalah pengadilan. Mengadili seseorang lewat media
massa sama saja dengan pembunuhan karakter, hal tersebut akan berdampak pada
keluarga orang tersebut. Kini saatnya media massa memberitakan dengan santun,
menyejukkan dan berupaya tidak merugikan semua pihak. Dan biarlah kesalahan itu
diselesaikan di depan hukum, dan di hadapan Tuhan Yang Maha Esa.