study hard :D

Senin, 11 Juni 2012

Afriyani; Disorot Media, Dihujat Masyarakat.


Sejak terjadi kecelakaan maut pada Minggu, 22 Januari 2012 lalu, tersangka Afriyani Susanti menjadi sorotan publik. Wanita berusia 29 tahun itu menabrak sebuah  trotoar dan halte yang berada di daerah Tugu Tani, Jakarta Pusat dengan mobil yang dikendarainya. Peristiwa tersebut mengakibatkan sembilan orang meninggal dan tiga orang lainnya luka-luka. Berdasarkan keterangan Polisi kecelakaan tersebut terjadi karena Afriyani berada didalam pengaruh Narkoba. Disamping itu, Daihatsu Xenia B 2479 XI yang dikendarainnya tidak dilengkapi Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Afriyani tidak memiliki Surat Ijin Mengemudi (SIM). Kesalahan berlapis yang dilakukan Afriyani menjadi topik hangat yang banyak dibicarakan. Media massa baik cetak maupun elektronik tidak pernah berhenti memberitakan kejadian tersebut. Berita Afriyani dikabarkan secara faktual sebagai peristiwa menghebohkan, sehingga tak heran tempat kejadiaan perkara di Tugu Tani menjadi tempat untuk siaran langsung oleh media.
Dalam era globalisasi ini, informasi dan berita sudah menjadi kebutuhan masyarakat. Unsur yang paling penting dari kebutuhan tersebut adalah media massa. Media massa menjalankan fungsi untuk mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat. Melalui media, masyarakat dapat menyetujui atau menolak suatu peristiwa. Lewat media pula berbagai inovasi bisa dilaksanakan oleh masyarakat. Inilah peran penting media. Marshall Mc Luhan menyebutnya sebagai the extension of man (media adalah eksistensi manusia). Berbagai keinginan, aspirasi dan sikap manusia bisa disebarluaskan melalui media. Dalam berbagai macam produk media massa, didalamnya terdapat pemberitaan yang termasuk kedalam komunikasi. Secara sederhana komunikasi merupakan sebuah proses penyampaian pesan yang bermakna oleh pemberi pesan (komunikator) kepada penerima pesan (komunikan). Dalam hal ini media massa sebagai komunikator dan masyarakat sebagai komunikan. Komunikasi yang dilakukan oleh media sangat berperan dalam proses sosial. Proses sosial diartikan sebagai pengaruh timbal balik yang terjadi antara media yang memberitakan dan masyarakat yang mengkonsumsi berita. Banyaknya pemberitaan media massa terhadap kasus Afriyani bukan semata karena besarnya kasus tersebut. Namun juga berdasarkan pada hubungan kebutuhan masyarakat akan pemberitaan tersebut. Dengan demikian, tidak bisa dipungkiri bahwa agenda acara di media massa sangat ditentukan oleh rating, yaitu bagaimana masyarakat menonton dan mendengar acara itu. Kita ketahui sifat dari masyarakat sebagai komunikan media massa adalah tersebar, suatu pemberitaan media massa dapat ditangkap masyarakat dari berbagai tempat. Sudah pasti kabar Afriyani yang begitu heboh diketahui oleh masyarakat luas. Semestinya hal tersebut dimanfaatkan dengan bijaksana oleh media. Pemberitaan yang disuguhkan bukan semata mem-blow up kelalaian tersangka dan hujatan dari keluarga korban atau masyarakat. Namun semestinya media bisa mengemas berita tersebut sebagai early warning system, hal ini terkait dengan peran media massa sebagai media informasi, dimana jika terjadi kesalahan yang diakibatkan suatu pihak dan bisa menyebabkan sumber ancaman, media menjadi sebuah system besar yang memberikan peringatan terhadap bahaya atau dampak yang terjadi kepada masyarakat, bukan hanya menyuguhkan informasi setelah terjadi bahaya dari suatu peristiwa. Sebagai contoh, dari pada memberitakan tentang kehidupan pribadi Afriyani, lebih baik memberitakan mengenai bahaya mengendarai kendaraan jika tanpa memiliki SIM, seperti yang dilakukan Afriyani. Itu dapat memberikan contoh kepada masyarakat sehingga hal tersebut tidak akan terulang oleh siapapun. Dan mengenai Afriyani yang dinyatakan menggunakan Shabu-shabu saat mengemudi, media dapat lebih intensif menyuarakan bahaya dari mengonsumsi Narkoba. Narkoba yang akan memberikan dampak fatal bagi siapapun penggunanya bisa menjadi topik utama yang lebih bermanfaat.
Namun yang terjadi saat ini adalah suatu realitas yang dikonstruksi oleh media massa yang dibangun seperti sebuah kejadian yang terjadi bersifat dramatis. Realitas tersebut begitu dahsyat karena pemberitaan itu lebih cepat diterima masyarakat luas, lebih luas jangkauan pemberitaannya, sebaran merata karena media massa dapat ditangkap oleh masyarakat luas secara merata dan dimana-mana, membentuk opini massa, karena membuat masyarakat beropini yang cenderung sinis mengenai peristiwa maut yang terjadi di Tugu Tani. Masyarakat sudah terkonstruksi karena masyarakat mudah terkonstruksi dengan pemberitaan yang sensitif sehingga mudah menyalahkan pihak yang bertanggungjawab atas musibah tersebut.
Jika dihadapkan pada hukum, Afriyani sudah ditetapkan sebagai tersangka masih dalam penyidikan Polisi. Namun bagaimana Afriyani jika dihadapkan dengan publik? Saat ini di media massa banyak pemberitaan mengenai hujatan masyarakat yang tertuju kepada Afriyani dan keluarganya. Cibiran dan cacian dari masyarakat menjadi salah satu topik panas yang berkembang. Salah satu teori efek komunikasi massa yaitu Teori stimulus-respons dapat menjelaskan mengenai tanggapan masyarakat yang sinis itu. Dijelaskan bahwa efek yang terjadi saat ini merupakan reaksi terhadap stimulus, stimulusnya adalah pemberitaan sejak terjadi peristiwa hingga beberapa hari setelahnya. Dengan demikian dapat dijelaskan mengenai kaitan erat antara pesan-pesan media dan reaksi audience. Pesan informasi dipersiapkan oleh media sehingga secara serempak pesan tersebut dapat diterima oleh sejumlah besar individu dan akan merespon pesan informasi itu. Misalnya efek media yang tidak terencana dapat terjadi dalam waktu yang cepat ataupun dalam waktu yang lama. Yang terjadi dalam waktu cepat seperti pada kasus Afriyani merupakan tindakan reaksional terhadap pemberitaan yang mengagetkan masyarakat. Pemberitaan macam ini tanpa disadari akan menimbulkan reaksi indivisu yang merasa dirugikan bahkan bisa memicu rindakan kekerasan. Seperti apapun penilaian publik terhadap Afriyani, tidak terlepas dari peran media massa dalam setiap pemberitaannya. Dalam pemberitaan Afriyani yang bertubi-tubi, masyarakat yang mendapatkan berita tersebut akan menyimpulkan pengamatannya sendiri. Padahal pada kenyataannya Afriyani masih menjalani pemeriksaan oleh Polisi.
Hubungannya dengan pemberitaan yang berkembang kemudian mengingatkan pada istilah trial by the press (pengadilan oleh pers). Media secara langsung ataupun tidak langsung “mengadili” seseorang bersalah sebelum munculnya keputusan pengadilan. Trial by the press juga bisa diartikan sebagai berita atau tulisan dengan gambar tertuduh dalam suatu perkara yang member kesan bersalah. Hal ini melanggar asas praduga tak bersalah dan menyulitkan tertuduh untuk memperoleh pemeriksaan pengadilan yang bebas dan tidak berpihak. Meskipun dalam kasus kecelakaan maut oleh Afriyani sangat menyentuh sisi kemanusiaan. Semua korban tersebut sedang berada ditempat yang tertib, di sebuah halte dan trotoar jalan. Keluarga korban yang mengalami musibah pasti akan meradang. Peristiwa tersebut memang menyentuh rasa emosional kita semua. Namun ada baiknya media massa lebih mengontrol setiap pemberitaan agar musibah ini dapat memberikan hikmah bagi semua. Karena jika pemberitaan tidak dikontrol, media akan terasa mengadili seseorang. Sering kali pemberitaan seperti ini lepas dari kendali media massa. Memberitakan pihak yang telah melakukan kejahatan tanpa melakukan konfirmasi dan memojokkan orang lain merupakan sebuah kekeliruan, karena yang berhak menyatakan sesorang bersalah adalah pengadilan. Mengadili seseorang lewat media massa sama saja dengan pembunuhan karakter, hal tersebut akan berdampak pada keluarga orang tersebut. Kini saatnya media massa memberitakan dengan santun, menyejukkan dan berupaya tidak merugikan semua pihak. Dan biarlah kesalahan itu diselesaikan di depan hukum, dan di hadapan Tuhan Yang Maha Esa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar