study hard :D

Senin, 29 Oktober 2012

Problematika Sampah Kota Bandung

Problematika Sampah Kota Bandung

Masalah pengolahan sampah khususnya di kota Bandung sudah menjadi hal yang seakan tidak terselesaikan. Predikat kota terkotor pun disandang Ibu Kota Provinsi Jawa Barat ini. Sungguh ironis jika dibandingkan dengan predikat kota Bandung sejak dulu yakni kota Kembang yang seharusnya merepresentasikan keadaan kota ideal yang indah dan asri mampu menanggulangi masalah sampah. Sejak terjadinya longsor di TPA Leuwigajah yang menelan puluhan hingga ratusan korban jiwa, disadari bahwa pada dasarnya Kota Bandung sudah tidak memiliki tempat pembuangan akhir yang bisa diandalkan. Namun saat ini pemerintah kota Bandung membuka Tempat Pembuangan Akhir sampah (TPA) salah satunya terletak di TPA Sarimukti di Cipatat Kab. Bandung Barat. Namun TPA Sarimukti bersifat sementara dan sebenarnya sudah tidak mampu menampung jumlah produksi sampah yang terus meningkat hingga lebih kurang 7.500 m3 atau 1.200 ton sampah/hari. Sampah dihasilkan setiap hari oleh setiap individu yang merupakan warga kota Bandung asli ataupun warga luar Bandung yang datang dan membuang sampah di kota Bandung namun penanggulangan dan pengolahan sampah masih jauh dari keadaan baik. Pantas saja jika sampah terus menumpuk, sehingga di sekitar pemukiman pun tak jarang kita temui sampah yang berserakan. Salah satu penyebab tidak seimbangnya lingkungan hidup adalah sampah. Sampah umumnya terdiri dari komposisi sisa makanan, daun–daun, plastik, kain bekas, karet dan lain–lain. Bila dibuang dengan cara ditumpuk saja maka akan menimbulkan bau dan gas yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Bila dibakar akan menimbulkan pengotoran udara. Sampah yang ditampung di TPA biasanya merupakan sampah limbah rumah tangga yang kita ketahui mayoritas dari sampah tersebut merupakan sampah yang terbuat dari plastik. Namun plastik merupakan limbah yang sulit untuk diurai. Ini menjadi suatu tantangan bagi kita semua untuk mencari jalan keluar demi penanggulangan sampah yang semakin menggunung.

Lingkungan merupakan salah satu hal yang penting bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Mereka berinteraksi dalam komunitas yang sama untuk mencapai keseimbangan dalam ekosistem. Pemeliharaan keseimbangan dalam ekosistem merupakan hal yang penting, dimana tanpa keseimbangan maka lingkungan tersebut akan rusak. Untuk menangani permasalahan sampah secara menyeluruh perlu dilakukan alternatif-alternatif pengolahan sampah yang benar. Seperti yang kita ketahui, ada tiga metode pembuangan akhir sampah, yaitu :

Pertama, Metode Open Dumping, cara pembuangan yang umum dilakukan di Indonesia dan dilakukan secara sederhana dimana sampah dihamparkan di suatu tempat terbuka tanpa penutupan dan pengolahan atau lebih dikenal dengan sebutan TPA. Cara ini tidak dianjurkan karena memiliki dampak negatif yang tinggi terhadap kesehatan lingkungan.

Kedua, Metode Controlled Landfill, sampah dihamparkan pada lokasi cekungan dan permukaannya diratakan serta ditutupi tanah pada ketebalan tertentu yang dilakukan secara periodik. Cara ini bukan yang ideal namun untuk saat ini cocok diterapkan di Indonesia.

Dan yang ketiga adalah Metode Sanitary Landfill, sampah diletakkan pada lokasi cekung, kemudian pada ketebalan tertentu diurug dengan tanah. Pada bagian atas urugan digunakan lagi untuk menimbun sampah lalu diurug lagi dengan tanah sehingga berbentuk lapisan-lapisan sampah dan tanah. Bagian dasar konstruksi sanitary landfill dibuat lapisan kedap air yang dilengkapi dengan pipa pengumpul dan penyalur air yang terbentuk dari proses penguraian sampah organik. Metode ini merupakan cara yang ideal namun memerlukan biaya investasi dan operasional yang tinggi.

Belum lama ini Wali Kota Bandung Dada Rosada mencetuskan ide untuk mengatasi masalah sampah dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah di Kelurahan Rancanumpang, Kecamatan Gedebage, Kota Bandung. .PLTSa bukanlah tempat penampungan sampah biasa, lebihlanjut dijelaskan bahwa PLTSa merupakan tempat pengelolaan sampah yang ramah lingkungan. Pada umumnya kota-kota besar padat penduduk, sehingga lahan semakin sempit. Berkaitan dengan tidak tersedianya lahan di kota-kota besar, maka pemerintah memberikan solusi untuk melakukan pengelolaan sampah secara regional; yaitu: kerja sama dengan pemerintahan daerah tetangga sekitar kota untuk melakukan pengelolaan sampah. Hal ini telah diatur didalam UU no.18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah. Incinerator atau PLTSa adalah salah satu solusi yang ditawarkan. Akan tetapi, rencana pembangunan ini ditolak mentah-mentah oleh warga setempat.

Warga dan pihak pemerhati lingkungan hidup menilai bahwa incinerator akan berdampak buruk pada lingkungan. Sebenarnya, sebelum melakukan penanggulangan secara besar kita mampu meminimalisir produksi sampah yang sudah tidak terkontrol dengan cara yang sederhana. Penggunaan tempat makan atau wadah makan dari rumah ketika membeli jajanan atau makanan dari luar dapat mengurangi pemakaian plastik yang sudah pasti akan menjadi sampah. Sering kita jumpai di kota besar, pertokoan yang menjual barang dagangannya membungkus dengan katong kertas yang mudah didaur ulang. Membudayakan 3 R yaitu Reduce, Reuse dan Recycle juga mampu memberikan jalan keluar yang sederhana namun jika dilakukan oleh setiap individu di kota Bandung dan dalam jangka waktu yang lama dapat kita bayangkan pengolahan sampah yang akan lebih mudah untuk diurai. Hal tersebut dapat membantu meremajakan bumi kita yang sudah tua, karena jika bukan kita yang menjaga, siapa lagi?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar