Feminisme dan Reruntuhan Kodrati
Dewasa ini banyak sekali persoalan yang mengangkat masalah yang berkaitan dengan feminisme. Feminisme adalah suatu paham yang beragam yang memfokuskan perhatian terhadap segala bentuk permasalahan pada pembatasan atau pemberantasan ketidakadilan gender untuk mempromosikan berbagai hak, kepentingan dan isu-isu kaum perempuan dalam masyarakat. Banyak aksi masyarakat terutama kaum hawa yang menyerukan kebebasan dalam belenggu yang mereka yakini sebagai ketidakadilan, wanita dijajah pria sejak dulu.. Begitulah bunyi salah satu syair lagu lawas. Begitu lantangnya para aktivis perempuan yang tergabung dalam Lembaga Swadaya Masyarakat ataupun yang secara individual bergerak aktif memangkas kesenjangan gender itu. Tidak mengenal strata social, buruh pabrik hingga yang memiliki intelektualitas tinggi, bersemangat untuk menuntut kebenaran yang mereka yakini. Kebenaran tentang kemampuan mereka untuk berdiri sejajar, ataupun lebih tinggi dari kaum pria.Para aktivis politik feminis pada umumnya mengkampanyekan isu-isu seperti hak reproduksi, penghapusan undang-undang yang membatasi aborsi dan mendapatkan akses kontrasepsi, kekerasan dalam rumah tangga, meninggalkan hal-hal yang berkaitan dengan keibuan, kesetaraan gaji, pelecehan seksual, pelecehan di jalan, diskriminasi dan kekerasan seksual. Isu-isu ini dikaji dalam sudut pandang feminisme. Pada mulanya paham ini berasal dari Barat, ras kulit putih dan kelas menengah. Namun banyak kalangan feminis saat ini berargumen bahwa feminisme adalah gerakan yang muncul dari lapisan bawah yang berusaha melampaui batasan-batasan yang didasarkan pada kelas sosial, ras, budaya dan agama, yang secara kultural dikhususkan dan berbicara tentang isu-isu yang relevan dengan wanita dalam sebuah masyarakat.
Sebenarnya banyak sekali akar permasalahan yang berkembang mengenai pecahnya tuntutan akan kemerdekaan berekspresi bagi perempuan yang selama ini sangat dipatahkan oleh berbagai kewajiban kodrati yang mungkin disalahgunakan. Tidak akan ada asap jika tidak ada api. Mana mungkin terjadi pemberontakan seperti yang banyak berkembang jika tidak ada sebab yang menyulut bara ketidakadilan. Dalam perspektif agama islam sudah dengan gamblang dikatakan mengenai apa saja hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan, dalam hal ini mengenai kehidupan pernikahan. Sebagaimana telah dimaktubkan dalam beberapa ayat Al-Quran.
- Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan rahmah. (Ar-Rum: 21)
- Hendaknya saling mempercayai dan memahami sifat masing-masing pasangannya. (An-Nisa’: 19 – Al-Hujuraat: 10)
- Hendaknya menghiasi dengan pergaulan yang harmonis. (An-Nisa’: 19)
- Hendaknya saling menasehati dalam kebaikan. (Muttafaqun Alaih)
Jika laki-laki dan perempuan mengetahui dan memahami apa yang menjadi hak dan kewajiban kemudian mereka saling menghargai, mungkin permasalahan seperti itu akan mampu di atasi tanpa ada sedikitpun kesalahpahaman mengenai siapa yang benar dan siapa yang salah. prinsip-prinsip tauhid dan ajaran Islam yang tidak membedakan jenis kelamin dan pengakuan terhadap hak-hak perempuan sebagai pintu masuk untuk menjustifikasi kesetaraan gender. Islam sangat memuliakan perempuan sebagai makhluk istimewa yang berkedudukan tinggi. Maka dari itu, sebagai makhluk Tuhan yang memiliki akal dan pikiran sebaiknya kita memiliki kesadaran tinggi untuk saling menghargai dan memahami hak dan kewajiban masing-masing agar tercipta kerukunan dan keselarasan hidup.
(Tulisan ini pernah dimuat di Harian Umum Radar Bandung, 16 Juli 2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar